SIRKUMSISI SI BUAH HATI

Sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu, keponakanku yang baru berusia 2 bulan disirkumsisi atau yang biasa kita kenal dengan sunat. Akupun bingung, buat apa bayi sekecil itu disunat? Apa bedanya disunat ketika bayi dengan ketika nanti sudah besar? Ternyata beberapa tahun kemudian, Arka, anakku, juga disirkumsisi di usia yang masih kecil; 16 bulan.

Let me tell you the story. 

Semenjak usia 12 bulan, Arka terhitung sering mengalami demam. Seringnya hanya demam, tanpa batuk ataupun pilek. Padahal sebelumnya, Alhamdulillah, dia jarang sekali sakit. Demam 2 hari, hari ketiga dibawa ke dokter, kemudian besoknya sembuh. Selalu seperti itu. Setiap kontrol pun dokter juga selalu menyarankan agar Arka disunat. Kenapa? Karena lubang pipis Arka kecil, sehingga menyebabkan ‘mampet’ dan bisa menjadi salah satu faktor Arka sering demam. Dokter juga menambahkan, karena kondisi fisik yang sering demam membuat berat badan Arka sulit naik walaupun berat badan Arka masih terbilang ideal untuk usianya.

Aku dan suami masih berpikir berulang-ulang soal sunat ini. Kasian, pikir kami. Kami juga takut akan ada efek samping kalau Arka disunat ketika masih bayi. Kami pun mencari informasi tentang keuntungan serta efek samping dari sirkumsisi/sunat pada bayi. Ada sumber yang menyatakan:

“Menurut sebuah organisasi dokter anak, walaupun sunat pada bayi laki-laki memiliki risiko, namun manfaatnya secara medis jauh lebih banyak. Oleh karena itu, sunat bisa dipertimbangkan untuk dilaksanakan, tetapi bukan suatu kewajiban secara medis.” 

Manfaat tersebut antara lain:

  • Mencegah masalah penis. Terkadang, kulup pada penis yang tidak disunat bisa menjadi sulit atau tidak memungkinkan untuk ditarik ke atas (phimosis). Kondisi ini bisa memicu peradangan pada kulup. 
  • Lebih mudah dibersihkan. Sunat membuat penis lebih mudah dibersihkan. Meski penis yang tidak disunat pun sebenarnya tidak sulit untuk dibersihkan. 
  • Menurunkan risiko penyakit. Termasuk risiko terkena infeksi saluran kemih (ISK), infeksi menular seksual dan kanker penis. ISK pada laki-laki lebih umum terjadi pada mereka yang tidak disunat. Jika infeksi parah pada bayi tidak ditangani dengan tepat, dapat memicu masalah ginjal nantinya. 
Walaupun demikian, aku dan suami masih tetap ragu untuk sirkumsisi Arka. Kenapa? Entahlah, pokoknya ragu aja.

Dan keraguan itu menjadi salah satu penyesalan kami sebagai orang tua. 

Kami mungkin terlalu cuek dan menganggap enteng kesehatan Arka. “Nanti demam 3 hari juga sembuh.” Karena sudah ‘terbiasa’ dengan pola tersebut, kami jadi merasa bahwa tidak masalah kalau Arka sering demam. Padahal itu adalah masalah yang cukup fatal, bagi kami. 

Dibulan April kemarin, Arka 3 kali bolak-balik rumah sakit karena demam. Yang pertama demam 3 hari, lalu dokter menganjurkan untuk cek darah dan hasil semua bagus hanya Arka kurang zat besi. Jadi dokter memberikan vitamin penambah zat besi serta immune booster. Yang kedua, demam 2 hari disertai batuk selama 5 hari. Dokter memberikan antibiotik, obat batuk racikan dan obat demam. Yang ketiga, kejang. Iya, Arka kejang. Aku dan suami benar-benar buta soal ini. Kami sama sekali tidak pernah melihat orang kejang, kami tidak pernah browsing tentang anak kejang, kami tidak tahu apa-apa soal anak kejang. Panik? Jangan ditanya. 

Arka kejang ditanggal 24 April sekitar jam 05.30 pagi. Sehari sebelumnya adalah hari terakhir Arka minum antibiotik karena antibiotiknya sudah habis. Seharian Arka sangat sehat dan lincah. Tapi malamnya sekitar pukul 22.00 Arka tiba-tiba demam. Tanggal 24 April jam 04.30 suhu badan Arka 38,7 derajat Celcius, aku langsung menghubungi dokter untuk memberitahu keadaannya. Dokter menyarankan Arka harus cek darah lagi. Setelah telfon rumah sakit untuk booking dokter, aku langsung telfon asuransi untuk menanyakan perihal sirkumsisi anak. Memang sudah harusnya Arka disirukumsisi, pikirku. 

Begitu aku kembali ke kamar, aku melihat suami panik karena Arka melotot dan bengong tidak ada respon ketika dipanggil. Aku otomatis langsung menggendong Arka sambil menggoyang-goyangkan badannya. Masih tidak respon, justru tangan Arka ‘kedutan’ seperti orang kejang dan mulutnya penuh liur seperti dia tidak bisa menelan ludahnya sendiri. Panik, kami langsung pergi membawa Arka ke UGD Rumah Sakit. Dan perlu ibu-ibu tahu, ternyata ada beberapa jenis kejang yang bisa terjadi pada anak/bayi

Aku pernah dengar ada yang bilang ketika anak kejang, jangan sampai anak mengigit lidahnya sendiri. Jadi aku coba cek dengan memasukkan jari ke mulut Arka, dan ternyata mulut Arka sudah ‘ngunci’ tapi sepertinya dia tidak menggigit lidah. Untungnya, saat baru berangkat ke Rumah Sakit, kejang Arka sudah hilang. Sesampainya di UGD Rumah Sakit, ketika dicek suhu badan Arka 40,3 derajat Celcius. Baru kali ini Arka panas setinggi ini, dan satu jam sebelumnya masih 38,7 derajat Celcius, mungkin ini yang membuat dia kejang karena badannya ‘kaget’ dengan peningkatan suhu yang drastis. 

Akhirnya setelah dilakukan cek darah, urine, feses, dan roentgen paru-paru, dokter mendiagnosa Arka terkena infeksi paru-paru. Karena batuk dalam jangka waktu cukup lama (kurang lebih 15 hari) dan bayi belum bisa membuang lendirnya sendiri, sehingga lendir menempel pada paru-paru dan kumannya menyebabkan infeksi. Arka harus dirawat. 

Ketika dokter anak visit, akhirnya dokter meminta Arka segera disirkumsisi agar tidak terjadi demam lagi yang dapat memicu terjadinya kejang. Aku dan suamipun menyetujui. Besoknya dokter bedah anak visit, dan setelah dicek Arka didiagnosa Fimosis.

Intinya, Fimosis adalah kondisi kulup yang menempel pada kepala penis dan tidak dapat ditarik kembali dari ujung penis. Dokter bedah anak juga menyarankan hal yang sama, Arka sebaiknya disirkumsisi. Dokter mengatakan, untuk sirkumsisi diusia Arka harus menggunakan bius total agar anak tidak menangis atau menjerit saat dilakukan sirkumsisi. Salah satu syarat dibius total adalah anak harus dalam keadaan sehat minimal 2 hari sebelumnya. 

Hari ketiga di Rumah Sakit, akhirnya Arka sudah tidak demam lagi. Tapi dia belum bisa sirkumsisi karena paru-parunya masih belum bersih. Besoknya Arka diperbolehkan pulang dulu, dan fokus penyembuhan di rumah. Empat hari kemudian, Arka kontrol lagi ke dokter Anak, ternyata paru-paru Arka masih belum bersih. Sehingga belum bisa dilakukan sirkumsisi. Arka diberikan terapi dan kontrol kembali 5 hari kemudian. Saat kontrol yang kedua, akhirnya paru-paru Arka sudah bersih, dan siap dilakukan sirkumsisi. 

Setelah atur jadwal dengan dokter bedah anak, menjalankan tes darah dan roentgen, serta bertemu dengan dokter anastesi untuk keperluan sirkumsisi, hari Sabtu tanggal 11 Mei 2019 Arka akan menjalani sirkumsisi. Deg-degan, bingung, takut, dan lega. Perasaan yang campur aduk menjelang hari sirkumsisi Arka. Sirkumsisi jam 10 pagi, dan Arka harus puasa 6 jam sebelumnya, berarti jam 4 pagi Arka terakhir boleh makan dan minum. Karena jam segitu Arka masih tidur, jadi yang masuk hanya ASI. 

Saat masuk kamar One Day Care, Arka diinfus sambil menunggu jadwal sirkumsisi. Jam 09.30 Arka masuk ruang tunggu operasi, dokter dan beberapa orang tim operasi juga sudah hadir menyapa Arka. Tidak butuh waktu lama untuk membujuk Arka agar mau masuk kedalam ruang operasi dengan salah satu anggota tim. Setelah Arka berhasil dibawa masuk, aku dan suami diminta untuk menunggu diluar. 


Kurang lebih sekitar 40 menit kemudian, saya dan suami dipanggil untuk masuk ke ruang pemulihan karena Arka sudah selesai sirkumsisi. Saat itu kondisi Arka tidak sesuai dengan yang aku bayangkan, dia sedang dipegang oleh 5 orang petugas karena mengamuk dan tidak bisa ditenangkan, namun matanya masih belum terbuka. Aku dan suami berusaha menenangkan, tapi nihil. Akhirnya Arka diberi obat penenang, setelah agak tenang baru Arka diperbolehkan menyusu. Salah satu petugas menjelaskan, seseorang yang habis dibius akan sadar dalam keadaan terakhir sebelum dia dibius. Jadi kalau sebelum dibius dia menangis, maka dia juga akan sadar dalam keadaan menangis. 

Hampir 1 jam lebih saya dan suami berada di ruang pemulihan karena Arka masih belum mau membuka matanya dan kondisinya masih belum stabil. Tidak lama dokter bedah anak visit untuk melihat keadaan Arka serta memberikan beberapa informasi cara perawatan paska sirkumsisi. Setelah itu Arka dibawa kembali ke kamar One Day Care, walaupun belum mau membuka mata, namun Arka sudah bisa merespon. Sekitar jam 17.30 Arka sudah bisa pulang dan melanjutkan perawatan di rumah. 

Sirkumsisi/sunat sekarang ini mungkin berbeda dengan sunat tahun-tahun sebelumnya. Tidak menggunakan perban dan bisa langsung menggunakan diapers. Dan aku baru tahu kalau banyak ‘kasus’ seperti Arka. Anak sering demam, dan sirkumsisi menjadi alternatif penyembuhannya. Walau tidak selalu menjadi jawaban, menurutku, sirkumsisi bisa menjadi opsi yang baik untuk dilakukan kepada sang buah hati. Setidaknya untuk mencegah beberapa penyakit yang mungkin bisa timbul. 

Untuk biayanya sendiri memang agak mahal karena termasuk dalam golongan operasi. Namun, ibu-ibu juga bisa menggunakan jasa pelayanan sunat yang sudah banyak dimana-mana. Aku sempat bertanya kepada salah satu tempat pelayanan sunat, mereka bisa melakukan sunat anak mulai usia dibawah 1 tahun. Harganya cukup affordable jika dibanding dengan rumah sakit. 

Demikian ibu-ibu ceritaku yang panjang untuk proses yang panjang sekaligus menguras energi tentang sirkumsisi si buah hatiku, Arka. Namun aku selalu percaya, tidak ada proses yang sia-sia. Sejauh ini Arka sudah sehat dan lincah seperti biasanya. Walaupun setiap kali ganti diapers dia masih merintih kesakitan, hihi. Melihat anak dan keluarga sehat jauh, jauh, jauh lebih membahagiakan dibanding apapun ya, ibu-ibu. 

Tuh liat, udah iseng lagi dianya.

Semoga ceritaku ini bisa menginspirasi ibu-ibu sekalian agar sebisa mungkin selalu mencegah daripada mengobati. Oiya, aku punya sedikit saran, kalau memang ibu-ibu sudah sreg dengan satu dokter anak, sebisa mungkin selalu ikuti masukannya. Kalau memang ragu, boleh cari second opinion. Karena dokter sudah meng-handle ratusan bahkan ribuan anak dengan kondisi yang berbeda, jadi pasti dokter tahu betul apa yang seharusnya dilakukan. Semoga ibu-ibu, beserta anak dan keluarga selalu sehat dan bahagia. 


4 comments :

  1. Sepertinya sirkumsisi pada bayi masih jarang dibahas ya mbak. Anak sayapun laki-laki dan tentu saja sunat bukan bagian yang harus kami pikirkan sejak dini karena lumrahnya sunat itu ketika anak duduk di sekolah dasar. Ternyata setelah baca-baca sirkumsisi pada bayi juga diperlukan jika terjadi kasus seperti Arka ya, atau yang normalpun juga nggak apa sehingga tidak meninggalkan trauma pada anak.Thanks for sharing, mbak. It means alot.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba, sebenernya kalau anak yang tanpa keluhan apa-apa, sirkumsisi pas bayi memang perlu ga perlu sih hehe.. tapi mungkin lebih dini lebih baik untuk mencegah penyakit yang mungkin muncul.. makasih mba sudah baca artikelnya :)

      Delete
  2. kak sirkumsisi ini kalau untuk dewasa bagaimana? apakah perlu atau tidak dan apakah ada pengaruhnya terhadap kesehatan dan hubungan seksual?

    ReplyDelete