
Dua minggu terakhir setelah pulang dari liburan, jadwal dan emosi saya amburadul akibat banyak hal, salah satunya karena Aura harus diopname karena Demam Berdarah. Memang di kompleks rumah saya bulan Januari-Februari lagi banyak yang kena DB, tapi saya pikir wabahnya sudah selesai.
Nah, gejalanya pun juga mulai berubah yaitu batuk, pilek dan demam. Saat Aura demam tinggi dan tidak mau makan sama sekali, saya langsung bawa ke UGD untuk periksa darah. Eh, kaget banget saya pikir awalnya hanya infeksi, taunya kena DB! Waduh.. lemes deh saya.
Aura yang biasanya terlihat ceria, mendadak seperti bukan Aura. Beberapa kali saya memergokinya sedang menatap kosong ke langit, bahkan saya harus tepuk pipinya supaya ia ‘sadar’ kalau saya ada di depannya. Hari-hari berikutnya, Aura terlihat lebih sehat walaupun tes laboratorium tidak seperti kenyataannya. Trombositnya semakin menurun. Hari ketiga dan keempat, hampir seharian saya harus dealing dengan tangisan, teriakan, pukulan dan tendangan.
Emosinya pun tak stabil, begitu pula dengan saya yang harus menghadapinya. Saya lebih banyak menjaga Aura di RS karena suami tetap harus beraktifitas. Di hari keempat, saya sudah mulai merasa desperate, kesal, bingung, karena saya harus pergi ke Taiwan sedangkan Aura belum tau kapan boleh pulang ke rumah.
Di saat Aura masuk RS, bibi yang bekerja di rumah juga sedang mendadak pulang kampung tanpa pemberitahuan. Tiba-tiba minta pulang kampung, ngomongnya sama suami saya pula pas saya lagi pergi kerja. Saya pikir ada apa, taunya hanya karena harus datang ke kawinan saudaranya *tepok jidat*
Sehari sebelum saya berangkat ke Taiwan, saya galau banget kayak baru diputusin pacar. Semalaman saya tidur sambil menangis. Gini ya, rasanya harus ninggalin anak yang lagi di RS. Kacau balau rasanya.

Selama perjalanan Jakarta – Taipei saya bilang dengan teman perjalanan saya, Ucita, bahwa saya perlu berdiam dan tidur. Karena Ucita sudah dekat dengan saya bertahun-tahun, ia sangat mengerti kalau saya lagi nggak mood. Thanks ya Cit! esoknya, saya dikabarkan oleh suami kalau Aura bisa pulang ke rumah. Alhamdulillah. Rasanya senang seperti menang undian hehehe.
Tapi empat hari kemudian, saat saya menginjakkan kaki di rumah.. saya mendapati bahwa si bibi pucat pasi. Wajahnya putih. Suaranya pun lemas sekali. Langsung tanpa basa-basi, saya langsung bawa si bibi ke UGD dekat rumah. Trombosit sudah mulai turun, besoknya lebih turun lagi sampai hanya 80ribu.
Wah, ternyata belum selesai juga urusan saya dengan rumah sakit. Saya harus mengantar si bibi ke RS, sedangkan suami saya yang juga lagi meriang-meriang menjaga Aura di rumah. Saya yang baru pulang bepergian dengan jarak cukup jauh, belum sempat beristirahat betul. Lemas dan ngantuk, belum lagi harus menyelesaikan pekerjaan karena ada deadline dari klien.
Betul-betul bulan ini rasanya jungkir balik nggak karuan. Kalau kata teman-teman saya, semua akan berlalu. Saya yakin semua akan berlalu, dari tadi nggak berhenti doa supaya saya dikasih kesabaran dan kesehatan buat ngurusin orang-orang rumah yang sedang sakit. bisa dibilang, bulan Maret ini musim sakit terluar biasa yang pernah saya alami.
Hampir semua RS penuh karena banyak pasien yang terkena demam berdarah dan virus. Saya juga melihat banyak orang yang sedang batuk. Sayangnya, udah tau sakit kok nggak pakai masker? Coba yuk, lebih aware dengan orang-orang sekitar. Mungkin di Indonesia harus mulai digalakkan ya pakai masker seperti di Jepang, supaya kalau ada yang sakit gak saling tular menular.
Jaga kesehatan ya teman-teman!

Kalau di busway, sudah banyak yang pakai masker, termasuk aku. Tujuannya sih memang buat menghindari ketularan penumpang yang lagi sakit di busway.
ReplyDeleteThanks for sharing,.
ReplyDeletekak bulu matanya pake apa,,, share infonya dong
ReplyDelete